“Google Penyubur Tanah” by Majalah Tempo
1 Desember 2009
Tiga tahun menggunakan pupuk organik benar-benar memberikan untung besar buat Suwito
Wardi, petani Desa Cikutu, Kabupaten Serang, Banten. Kini produksi padinya melonjak dari 4
ton per hektare menjadi rata-rata 7,5 ton. ”Bahkan pernah mencapai 9 ton,” kata petani berusia
50 tahun ini. Suwito, yang memiliki 60 hektare sawah, pun lantas menjadi penangkar bibit
sekaligus pemasok beras di sejumlah kios lokal.
Pupuk yang digunakan Suwito sejenis mikroba penyubur tanah yang sudah difermentasi. Pupuk
mikroba ini temuan mahasiswa program doktor pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
Institut Pertanian Bogor, Ali Zum Mashar. Pada awal Oktober lalu, pupuk yang diberi nama
BIOP 2000Z ini mendapat penghargaan bidang teknologi yang dilindungi hak paten dalam
Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa yang pertama kali digelar oleh lima departemen dan
kementerian.
Mikroba temuan Ali menyuburkan tanah dengan cara mengaktifkan beberapa potensi pada
mineral tanah yang tersembunyi dan tidak berfungsi. Mikroba ini tidak hanya menyuburkan
lahan pertanian, tapi juga lahan kritis, bahkan bekas tambang. ”Lahan bekas tambang bisa
disuburkan kembali dalam jangka tiga tahun. Padahal biasanya lahan tambang bisa kembali
subur setelah 30 tahun,” kata Ali, Selasa pekan lalu. Kehebatan temuan inilah yang membuat Ali
mendapat anugerah luar biasa tersebut.
Di tanah kritis atau berpasir, mikroba tersebut melacak potensi mineral yang tersembunyi dan
menjadi bioaktivator tanah sehingga mampu menyuburkan tanah secara alami serta menetralkan
racun dalam tanaman dan membangkitkan gen yang tertidur dalam tanaman tersebut. Jadi, selain
menyuburkan tanah, mikroba ini membuat tanaman tumbuh maksimal. Karena cara kerjanya
mencari potensi mineral, Ali menamakan temuannya itu Mikroba Google, meniru nama mesin
pencari di Internet.
Adapun nama BIOP 2000Z merupakan kepanjangan dari teknologi bioperforasi. Angka 2000
adalah tahun pencatatan pada paten internasional, sedangkan Z kependekan Zum, nama tengah
sang penemu. Meski sudah memperoleh paten internasional pada 2000, Ali mengatakan proses
penemuan mikroba tersebut berlangsung sejak 1996. Sampai saat ini, ia menambahkan, proses
penyempurnaan temuannya terus berlangsung. Ia juga membuat produk-produk turunan dan
variasi dari mikroba itu untuk keperluan pertanian.
Ali, ayah tiga anak, menceritakan penemuan mikroba itu berawal ketika ia diberi tugas
mendampingi transmigran proyek lahan gambut sejuta hektare di Kalimantan Tengah. Proyek itu
merupakan ambisi Presiden Soeharto pada 1996, yang ingin membuka sawah di lahan gambut di
Kalimantan. Ali, yang baru menjadi pegawai Departemen Transmigrasi, bertugas mendampingi
transmigran bercocok tanam di lahan gambut itu. ”Saya ikut pada rombongan pertama,” kata
sarjana pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, ini.
Setelah berbulan-bulan bercocok tanam, para petani setempat frustrasi karena padi tidak tumbuh.
Bekerja di lahan gambut juga berdampak pada keadaan fisik petani. Tingkat keasaman yang
sangat tinggi membuat petani kehilangan kuku tangan dan kaki. Ini dampak logam yang
berinteraksi pada tanah asam sehingga menggerogoti kalsium kuku. Kelak, proyek lahan gambut
itu memang dianggap gagal total, bahkan disebut-sebut merusak lingkungan karena ratusan ribu
hektare hutan yang sudah dibuka dibiarkan terbengkalai.
Di tengah lahan gambut itulah Ali melihat ada tumbuhan pangan yang dapat hidup dengan subur
di lahan terbatas. Tumbuhan itu ibarat seberkas cahaya di ujung lorong gelap. Ali yakin, ada
jalan keluar untuk menyuburkan lahan gambut. Ia pun mengambil tanah di dekat pohon yang
tumbuh subur itu, lalu memindahkannya ke lubang di lahan gambut yang akan ditanami pohon.
”Ternyata berhasil, pohon yang ditanam tumbuh subur dan normal. Saya yakin ada sekelompok
makhluk mini tak kasatmata yang menyuburkan tanah,” katanya.
Ali lalu membawa contoh tanah itu ke Jakarta untuk diteliti. Benar saja. Di antara sampel tanah
itu terdapat aneka mikroba, seperti Lactobacillus sp, Rhizobium sp, Heterotrop, Saccharomyces
sereviceae, Cianobacterium sp, Pseudomonas, dan Ectomycetes. Mikroba-mikroba itu dibiakkan,
lalu dicoba di berbagai kondisi tanah dan tumbuhan. Hasilnya, selain menyuburkan tanah, juga
membuat pohon tumbuh lebih besar. Kedelai yang umumnya hanya setinggi satu meter, dengan
diberi mikroba ini, bisa mencapai tiga meter.
Mikroba-mikroba tersebut menyuburkan tanah dan tanaman karena mengeluarkan zat bioaktif.
Zat itu meningkatkan energi tanaman. Bila disemprotkan pada tanaman, mikroba masuk ke
jaringan tumbuhan melalui stomata yang terdapat pada daun. Zat bioaktif adalah enzim yang
berfungsi memotong rantai senyawa yang mengandung fosfat. Hasilnya berupa fosfat aktif yang
mudah diserap tanaman. Mikroba seperti rhizobium pseudomonas membantu efektivitas
penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Soal pohon yang bisa tumbuh jumbo, ada pengakuan dari Museum Rekor Indonesia. Pohon
kedelai yang ditanam Ali di rumahnya berukuran 3,8 meter, memiliki 2.500 polong. Menurut
Robertus L., Manajer Teknologi PT Alam Lestari Maju Indonesia, perusahaan pembuat BIOP
2000Z yang didirikan Ali dan teman-temannya, hasil kedelai dalam satu hektare lahan dengan
menggunakan pupuk ini 3-4 ton. ”Biasanya hasil kedelai satu hektare 1,5-2 ton dengan rata-rata
seratus polong,” katanya.
Ali mengatakan penggunaan pupuk mikroba akan mengurangi ketergantungan pupuk kimia yang
selama ini digunakan kebanyakan petani. ”Ini bisa mengatasi kelangkaan pupuk,” katanya.
Apalagi dampaknya terhadap produksi pangan sangat besar. Selain menambah subur lahan di
Jawa yang selama ini menjadi sentra beras dan palawija, pupuk mikroba bisa membuat tanah
gambut dan bekas tambang menjadi lahan pertanian dan perkebunan. ”Saya ingin menyuburkan
lahan gambut yang terbengkalai,” katanya.
Meski hasil kerja pupuk itu sudah terbukti dan sejumlah kelompok tani memanfaatkannya, Ali
mengaku penggunaan pupuknya masih terbatas. Padahal ia sudah berulang kali
mempresentasikan temuannya di hadapan sejumlah petinggi Departemen Pertanian. ”Mereka
memang menyambut baik dan mendukung penggunaannya secara luas. Tapi, ya sudah, hanya
sampai situ,” katanya. Ia berharap pemerintah melalui penyuluh tani mengenalkan pupuk ini
kepada petani sampai ke pelosok daerah, sehingga meningkatkan produktivitas.
Tak banyak mendapat perhatian di negeri sendiri, Ali justru beroleh tawaran dari sejumlah
negara untuk mengembangkan temuannya, antara lain Australia dan Qatar. Tawaran mereka
macam-macam. Ada yang menawarkan kepemilikan bersama, pemenuhan kebutuhan hidup kelas
satu, hingga pindah kewarganegaraan. ”Ini adalah bagian dari politik pangan mereka,” katanya.
Tapi Ali mengaku lebih memilih mengembangkan mikrobanya di Indonesia. ”Saya sudah merasa
cukup di sini.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar